1.
2.
2.1. Sejarah Patriark Huineng
Dajian Huineng (Hanzi
tradisional: 大 鉴 惠 能;
Hanyu Pinyin: Dàjiàn Huìnéng; Bahasa Jepang: Eno Daikan; Bahasa Korea: Hyeneung,
638-713) adalah Patriak keenam dan terakhir dalam tradisi Buddhisme Zen.
Huineng lahir dalam keluarga Lu pada tahun 638 M di kota Xing di provinsi
Guangdong. Ayahnya meninggal ketika ia masih muda dan semenjak itulah Huineng
hidup dalam kemiskin, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk belajar
membaca ataupun menulis. Suatu hari, seorang pelangganya membeli kayu bakarnya.
Karena banyak pembeli itu menyuruh Huineng untuk mengantarnya, setelah ia menyampaikan
kayu bakar kepenginapan, di tengah perjalanan pulang ia mendengar seseorang
membacakan Sutra Intan yang berbunyi “Biarkan pikiran berfungsi dengan bebas
dan jangan melekat pada apa pun.” Serta merta setelah Huineng mendengar
baris-baris yang diucapkan seseorang itu ia mengalami kesadaran dan memahami
makna dari baris sutra tersebut. Sesampainya di rumah, Huineng memikirkan hal
tersebut dan segera memutuskan untuk mencari jalan kebuddhaan. Huineng memulai
perjalanannya, setelah melakukan perjalanan selama tiga puluh hari dengan
berjalan kaki, Huineng tiba di Gunung Huangmei di Provinsi Henan, di mana Patriak
Kelima Hongren tinggal. Setelah Huineng bertemu Patriak, kemudian Patriak
bertanya darimana beliau datang dan apa yang harapkan darinya. Huineng menjawab,
“Saya orang biasa yang berasal dari Xinzhou di Lingnan. Saya telah melakukan perjalanan
jauh untuk berjumpa dengan anda, dan saya tidak meminta apapun selain mencapai
kebuddahan.” Patriak lanjut berkata, “ Jadi kamu berasal dari Lingnan, tempat
orang-orang tak beradab. Bagaimana anda mengharapkan akan dapat menjadi seorang
Buddha?”. “orang boleh berasal dari Utara atau Selatan. Tetapi jangan katakana
benih kebuddhaan ada di Utara atau Selatan. Tubuh orang beradab ini boleh saja
berbeda dengan tubuh Yang Mulia, tetapi apa bedanya jika dilihat dari sudut
pandang hakikat kebuddhaan.” Jawab Huineng. kemudian Patriak Kelima Hongren
langsung menerima Huineng sebagai muridnya, dan memutus Huineng untuk melakukan
pekerjaan untuk membelah kayu dan menggiling beras selama delapan bulan.
Suatu hari, Hongren
mengumumkan pertanyaan tentang kelahiran kembali yang berulang-ulang adalah
satu hal penting. Hari demi hari, seharusnya kamu berusaha untuk membebaskan
diri dari samudera kehidupan, kematian dan untuk dapat melanjutkannya hanya
dengan karma, contoh: karma yang menyebabkan kelahiran kembali. Namun karma
tidak akan membantu jika kamu tidak mengerti esensi dari pikiran. Pergi dan
carilah Prajna (kebijaksanaan) dalam pikiran anda sendiri dan kemudian tuliskan
hal itu kedalam sebuah bait (gatha). Dia yang mengerti apa yang dimaksud dengan
Esensi dari Pikiran, dia yang akan menerima jubah (lambang dari ke-patriak-an)
dan Dharma (ajaran utama sekolah Chan), dan aku akan membuatnya menjadi seorang
Patriak Keenam. Pergilah cepat, Janganlah menunda menuliskan bait-bait, karena
perundingan sangatlah tidak diperlukan dan tidak berguna. Orang yang telah
menyadari Esensi dari pikiran dapat berbicara tentang hal itu sekaligus, segera
setelah ia berbicara tentang hal itu; dan dia tidak bisa melupakan, bahkan
ketika terlibat dalam suatu pertempuran. Namun, para murid berkata satu sama
lain bahwa mereka tidak perlu menuliskan gatha, dan yang pasti guru sekaligus
kepala bikkhu yang mulia Shenxiu, yang akan menjadi Patriak Keenam. Jadi hanya
Shenxiu yang menulis gatha untuk Hongren. Sebagai bikkhu kepala, Shenxiu sangat
dihormati dan di bawah tekanan besar untuk menghasilkan sebuah gatha yang akan memenuhi
syarat dia sebagai patriak berikutnya. Akan tetapi, Shenxiu tidak percaya
tentang pemahamannya sendiri, dan akhirnya memutuskan untuk menulis puisi
secara anonim di dinding pada tengah malam, dan mengumumkan kepemilikannya
hanya jika disetujui Hongren. Puisi itu berbunyi:
Tubuh
adalah adalah pohon pencerahan
Pikiran
adalah tempat berdirinya cermin bersih
Gosoklah
setiap hari tanpa henti
Agar tetap
bersih dari debu keduniawian (Hening Budi Senyata, 2009: 31)
Ketika Hongren melihat
hal itu, dia mengatakan kepada mereka, “Praktik menurut gatha ini, kamu tidak
akan jatuh ke dalam alam yang jahat, dan kamu akan menerima manfaat besar.
Nyalakan dupa dan hormati gatha ini, lafalkan dan kamu akan melihat sifat dasar
dirimu sendiri. Semua murid memuji dan menghafalkan gatha tersebut”. Namun,
secara diam-diam Hongren berkata kepada Shenxiu, “Kamu telah tiba di pintu
gerbang, tetapi belum masuki gerbang itu. Dengan tingkat pemahamanmu, kamu
masih tidak tahu apa itu pikiran pencerahan tertinggi. Setelah mendengar
kata-kata saya, kamu harus segera mengenali pikiran murni, sifat dasarnya, yang
belum lahir dan yang terus menerus. Setiap saat, lihatlah dengan jelas dalam
setiap pemikiran, dengan pikiran yang bebas dari segala rintangan. Dalam Satu
Realita, semuanya adalah nyata, dan semua fenomena yang ada adalah sama adanya.”
Hongren menyuruh kepada Shenxiu untuk membuat gatha lain yang menunjukkan
tentang pemahaman yang sesungguhnya. Shenxiu berusaha keras tetapi tidak mampu
membuat dengan ayat lain. Ketika seorang bikkhu muda melewati penggilingan padi
dan menyanyikan gatha Shenxiu, Huineng segera mengetahui bahwa ayat tersebut
tidak memiliki pemahaman yang benar. Huineng pergi ke dinding, dan bertanya
kepada seorang petugas di sana untuk menulis puisi baginya. Petugas itu
terkejut, “Bagaimana mungkin! Kamu buta huruf, dan kamu ingin menulis puisi?”
Huineng lalu berkata, “Jika kamu mencari pencerahan tertinggi, jangan pernah
meremehkan orang lain. Orang kelas terendah mungkin memiliki wawasan yang
besar, dan kelas tertinggi dapat melakukan tindakan bodoh.” Dengan perasaan
memuja, petugas itu menulis gatha Huineng di dinding, di samping gatha Shenxiu,
yang menyatakan:
菩提本無樹,
明鏡亦非台;
本來無一物,
何處惹塵埃?
Pada
hakikatnya tidak ada pohon pencerahan
Pun
tidak ada pula cermin bersih dan tempat berdirinya
Karena
sedari awal semuanya itu kosong
Dimana
debu akan melekat? (Hening Budi Senyata, 2009: 34)
Setelah menulis sajak tersebut Huineng lalu
kembali ketempat kerjanaya untuk menumbuk padi. Namun, gatha ini membuat
kehebohan yang lebih besar, semua orang berkata, “Luar biasa! Kamu tidak boleh
menilai orang hanya dari tampangnya! Mungkin dia akan menjadi bodhisattva hidup
segera!” Namun, ketika Hongren yang terkejut keluar, ia hanya santai berkata, “Gatha
ini juga belum mampu menjelaskan esensi murni yang sesungguhnya,” lalu
melanjutkan menghapus gatha dengan sepatunya dan suatu malam Hongren menerima
Huineng di kediamannya, dan menguraikan Sutra Intan kepadanya. Ketika ia sampai
pada bagian, “Untuk menggunakan pikiran namun terbebas dari keterikatan,”
Huineng sampai kepada pencerahan besar, bahwa semua dharma tidak bisa dipisahkan
dari sifatnya. Dia berseru, “Betapa menakjubkan bahwa sifat diri awalnya murni!
Betapa menakjubkan bahwa sifat diri tidak dilahirkan dan tidak mati! Betapa
menakjubkan bahwa sifat diri secara inheren lengkap! Betapa menakjubkan bahwa
sifat diri tidak bergerak maupun tidak diam! Betapa menakjubkan bahwa semua
dharma berasal dari sifat ini sendiri!”. Kemudian Sesepuh Hongren menyerahkan
jubah warisan kepada Huineng, dan berkata, “Mulai saat ini engkau adalah
sesepuh keenam. Jaga dirimu baik-baik dan pergilah bersembunyi terlebih dahulu
sebelum engkau menyebarkan ajaran.” Sesepuh Hongren melanjutkan, “Keputusanku
mewariskan jubah kepadamu akan menimbulkan ketidakpuasan dan iri hati.
Karenanya, engkau mesti cepat-cepat meninggalkan tempat ini.” Sesepuh Hongren
pun membantu membawa Huineng keluar dari biara itu. Ketika Hongren berkata, “Mari
aku seberangkan”, Huineng pun menyambutnya, “Ketika seorang murid masih
dipenuhi kekotoran batin adalah tugas gurunya untuk menyeberangkannya. Pada
saatnya ia telah mencapai pencerahan, ia sendirilah yang akan menyeberangkan
dirinya”. Sesepuh Hongren kembali menyatakan dan memberikan nasehatnya,
“Dimasa-masa yang akan datang, Dharma akan tersebar luas melalui kamu. Pergilah
ke Selatan. Dharma tidak mudah disebarluaskan. Tunggulah hingga saatnya matang
sebelum menyebarkannya.” Huineng yang sangat menghormati gurunya tersebut
menjawab, “Terima kasih Guru atas nasihatnya”.
Setelah bersembunyi sekian lama, Huineng
merasa sudah waktunya untuk menyebar luaskan Dharma yang telah ia terima dari
Patriak Hongren. Oleh karenanya ia pun pergi ke sebuah Vihara Fa Xing di
Guangzhou. Tepat pada saat di Vihara tersebut, Guru Yingzou tengah menguraikan
kitab Mahaparinirvana. Huineng pun duduk ditengah-tengah para murid lainnya.
Beberapa saat kemudian, saat Guru Yingzou sedang membabarkan kitab tersebut,
angin kencang berhembus. Panji-panji Vihara pun melambai-lambai tersapu angina.
Salah orang murid berkata, “Lihat anginnya bergerak!” pernyataan itu pun
dibantah oleh murid lainnya, “Bukan, bukan anginnya yang bergerak, panji-panji
itulah yang bergerak!” yang pertama pun tidak mau mengalah begitu pula dengan
yang kedua sehingga muncul perdebatan apa menggerakkan apa. Mendengar
perdebatan itu, Huineng muncul dan berkata, “Saudaraku, yang bergerak bukan
angina, bukan pula panji-panji itu. Yang bergerak adalah pikiran kalian
berdua.” Semua yang hadir di Vihara tersebut Nampak kaget. Guru Yingzou yang
mendengar perkataan Huineng langsung mengundangnya kedepan. Katanya kemudian, “Saudaraku,
pandanganmu mempunyai lingkaran kebenaran. Bersediakah saudara berbicara barang
sedikit tentang Dharma?”
“Baiklah,” sahut
Huineng. “Saudara-saudara, hakikat kebenaran itu ada dua sisi. Yang satu tidak
berubah, yang satunya lagi berubah sesuai dengan keadaan. Kebuddhaan ada diatas
yang berubah dan yang tidak berubah, mengatasi baik dan buruk.” Mendengar apa
yang dikatakan Huineng, Guru Yingzou berkomentar, “Penjelasan saya dibandingkan
dengan penjelasanmu tidak berharga sama sekali.” Penjelsanu bagaikan emas.”
Guru Yingzou berhenti sejenak, lalu berkata lai, “Saya dengar bahwa jubah
Patriak Hongren sudah berada diwilayah Selatan bersama waris ahlinya. Apakah
benar anda ini penerus patriak kelima?” Huineng berkata, “Maaf, saya tidak
dapat mengatakannya.” Namun begitu Guru Yingzou mersa yakin bahwa Huineng
adalah penerus Patriak kelima sekaligus menjadi pewarisnya. Diapun segera
memberi hormat kepada Huineng dan memintannya untuk menunjukkan jubah warisan
Patriak Hongren. Huineng tidak dapat berbuat banyak maka dia pun mengeluarkan
jubah peninggalan Hongren dan menunjukakkannya kepada Guru Yingzou. Guru
Yingzou begitu melihat jubah langsung berlutut dan berkata, “Kami semua memberi
hormat kepada Patriak keenam.” Semua murid pun langsung mengikuti apa yang
dilakukan Guru Yingzou, kemudian Guru Yingzou kembali bertanya, “Guru, apa yang
telah diberikan Patriak Hongren kepadamu?” huineng menjawab, “Patriak Hongren
tidak memberikan sesuatu apa.” Kami hanya berbincang-bincang tentang soal
mengamati Bodhi.” Guru Yingzou bertanya, “Jadi patriak Hongren tidak mengajari
tentang soal Samadhi dan Pembebebasan. Sahut Huineng, itu sama saja dengan
keserbaduaan. Perlu sekalian ketahui bahwa watak asal Buddha adalah Buddha,
Dharma yang bukan keserbaduaan.” Guru Yingzou merasa bahagia begitu mendengar
Huineng dan kembali memberikan hormat padanya. Segera setelah pertemuan itu
Guru Yingzou mencukur rambut Huineng dan menginisiasinya menjadi Biksu. Selain
itu, guru Yingzou memohon kepada Huineng untuk menjadi muridnya. Semenjak itu
pula Huineng memulai kewajibannya sebagai Guru Zen dimulai dari Vihara Fa Xing
di Guangzhou, kemudian di Viharanya sendiri Vihara di Caoxi yang ia dikirikan
beberapa tahun setelah ia menjadi Patriak. Delapan bulan sebelum kematiannya,
ia memperkirakan kematiannya; Kemudian, disertai dengan banyak mujizat, ia
meninggal pada tahun 713. Beliau memilih jalan pencerahan tertinggi dengan
duduk bermeditasi selamanya. "Jasad" beliau tidak membusuk serta
fisik atau badan masih seperti orang hidup padahal beliau sudah duduk 1300
tahun lebih. Relik tubuh ini kini tersimpan di Vihara Nan Hua China.
Kemudian Huineng menjadi
pendiri Zen yang menekankan bahwa pencerahan adalah mengingat guru yang tepat
dan metode. Zen umumnya dipahami sebagai semacam meditasi yang diarahkan ke
beberapa pemikiran tetap; di Buddhisme Hinayana hanya pikiran yang sementara,
sedangkan di Mahayana itu lebih sering doktrin kekosongan. Ketika pikiran telah
begitu dilatih untuk dapat mewujudkan keadaan yang sempurna kekosongan di mana
tidak ada jejak kesadaran yang tersisa, bahkan rasa menjadi sadar setelah
berangkat; dengan kata lain, ketika segala bentuk aktivitas mental yang tersapu
bersih dari bidang kesadaran, meninggalkan pikiran seperti langit tanpa setiap
setitik awan, biaya yang luas hanya biru, Zen dikatakan telah mencapai
kesempurnaannya. Patriak keenam menekankan non-dualitas dan kesatuan dari
segala sesuatu. Setelah kematiannya, karya-karyanya dikumpulkan dan
diklasifikasikan sebagai satu-satunya sutra Buddhis China, yang disebut The Patriak
Keenam Platform Sutra. Murid Huineng yang menyebarkan Dharma di seluruh Asia.
Huineng didefinisikan sebagai: "Di tengah-tengah semua kebaikan dan
kejahatan bukan pikiran terangsang dalam pikiran - ini disebut Sitting Melihat
ke sifat asli seseorang, tidak sedang bergerak sama sekali."
2.2. Ajaran Patriak Huineng
Menurut pendapat Hening Budi Senyata (2009:
42) Patriark keenam Huineng mewariskan banyak sekali ajaran yang terangkum ke
dalam 10 bagian, yang dirangkum oleh muridnya bernama Fa Hai. Berikut beberapa
kutipan ajaran penting Huinen;
1. Tidak
Bergantung pada Kata-Kata
Seseorang
tidak seharusnya percaya buta pada kat-kata dalam kitab suci atau mempunyai
pemikiran bahwa petunjuk yang diberikan oleh orang lain dapat membawanya pada
kebebasan. Namun, jika seseorang benar-benar menyingkir dari kata-kata, maka
sesungguhnya pendapat “Tidak bergantung pada kata-kata” haruslah dilenyapkan
juga karena bagaimana pun juga itu adalah tetap kata-kata. Pikiran adalah
bahasa tanpa kata-kata, sedangkan kata-kata adalah symbol bahasa. Saat pikiran
dan kata-kata tumpeng tindih, keduanya menjadi rintanagan menuju kepada
kebijaksanaan.
2. Langkah
Langsung Mengarah pada Pikiran
Karena
pikiranlah, kita mempunyai pandangan tentang diri dan aku. Karena pikiran
jugalah, kita terlibat dalam penderitaan. Dimana tidak ada pikiran, tidak ada
yang namanya kebaikan dan kejahatan, untung atau rugi, ketidaktahuan atau
kebijaksanaan, pencerahan atau penderitaan.
3. Mencapai
Kebuddhaan
Orang
yang mengabdi pada pikiran-pikiran yang buruk menjadi seperti seekor ular
berbisa. Sedangkan, orang yang memiliki pikiran penuh dengan welas asih akan
menjadi Bodhisatva. Orang condong pada ketidaktahuan dan tidak mengenal
kebajikan akan mengikuti kegelapan, ia tidak akan mencapai jalan, tetapi saat
orang memasuki pintu kebajikan, kebajikan akan muncul seiring dengan kesadaran
akan muncul seiring dengan kesadaran bahwa kebuddhaan ada dalam dirinsetiap
orang.
4. Tidak
Lekat
Orang
seharusnya menjaga pikiran agar tidak terusik dan tidak terpengaruh oleh
fenomena di sekitarnya. Jika pikiran tidak lagi tergoyahkan, pikiran tidak akan
diperbudak oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Singkirkan dualisme dalam segala
sesuatunya dan jangan biarkan pikiran terceramari bahkan oleh noda sekecil
apapun.
5. Hakikat
Kebuddhaan: Bodhi Nature
Hakikat
kebuddhaan sejatinya jernih dan murni. Dengan hanya menggunakan pikiran
kekinian, orang secara langsung akan mengarah pada kebuddhaan.
6. Orang
Bijaksana Dan Orang Bodoh
Seseorang
memerlukan seorang guru yang berpengetahuan luas untuk menjelaskan dan
membimbingnya menuju kesejatian. Seseorang harus paham bahwa hakikat kebuddhaan
adalah sama dalam diri orang yang bijaksana, perbedaan antara orang yang
bijaksana dan orang yang bodoh hanya semata-mata terletak pada apakah orang itu
mempunyai pikiran yang tersesat ataukah mempunyai pikiran yang terjaga.
7. Hakikat
Kesejatian
Hakikat
kesejatian adalah Buddha. Tak ada Buddha yang terpisah dari hakikat ini.
8. Kekosongan
Hakikat
kesejatian bisa mencakup segala sesuatunya inilah kebesarannya, seluruh Dharma
ada dalam hakikat diri kita jika kita melihat semua kebaikan dan kejahatan
dalamdiri seseorang tanpa menerima atau menolak, tanpa melekat atau
tercermarkan dengan pikiran seperti alam raya kekosongan.
9. Kapasitas
Pikiran
Kapasitas
pikiran itu seluas ranah Dharma. Dengan menggunakannya secara komprehensif di
mana pun penerapannya, ini akan menjadi orang memahami segala sesuatunya.
Segala sesuatu itu satu adanya sebagaimana satu itu adalah segala sesuatunya.
Pikiran bisa kemana saja tanpa rintangan dan itulah kebijaksanaan.
10. Pencerahan
Langsung
Sekali
orang mempunyai pikiran yang tersesat, ia akan menjadi orang biasa. Namun,
sekali seseorang mempunyai pikiran yang tercerahkan, dia menjadi Buddha. Letak
pada objek perasaan merupakan awal kejengkelan; sementara terbebas dari objek
perasaan merupakn Bodhi.
11. Tak
Ada Pikiran
Tak
ada pikiran adalah melihat segala sesuatunya tanpa keterikatan atau kebebasan.
Jika seseorang menggunakannya, pikiran ada dimana-mana meski tidak berdiam
disuatu tempat.
12. Kesalahan
Siapa?
Seseorang
penanam sejati tidak melihat kesalahan orang lain. Jika kita melihat kesalahan
orang lain, kita sendiri yang bersalah.
13. Berlatih
Kebijaksanaan (Prajna)
Disetiap
waktu, disetiap tempat, tanpa adanya satu titik pikiran kebodohan, selalulah
bertindak dalam kebijaksanaan.
14. Tanduk
Kelinci
Buddha
Dharma ditujukan untuk dunia ini. Tak ada perpecahan yang terpisah dari dunia
ini, melihat Bodhi terpisah dari dunia ini sama halnya seperti mencari tanduk
pada seekot kelinci.
15. Masalah
Keduniawian
Memiliki
pandangan yang benar melebihi masalah keduniawian, sedangkan memiliki pandangan
yang keliru terjebak dalam masalah keduniawian.
16. Apa
Itu Meditasi Zen?
Mencapai
kedamaian batin itulah Samadhi jika kita terikat oleh objek-objek luar, tidak
aka ada kedamaian batin. Menjadi bebas dari keterikatan adalah mencapai
kedamaian pikiran, hakikat inti secara intrinsic adalah murni dan berada dalam
Samadhi.
2.3. Pengaruh Patriak Huineng
Huineng adalah sosok
figure revolusioner bagi Buddhisme Zen China. Sementara para Guru lain adalah
sosok yang terpelajar dalam soal ajaran para Buddha, Huineng adalah sosok yang
tidak terpelajar bahkan buta huruf meski dia mempunyai intuisiyang sangat
tajam. Sementara guru-guru lain menetap dalam vihara-vihara yang ternama,
Huineng harus bersembunyi selama beberapa tahun dan secara perlahan-lahan
mengusahakan diterimanya ajarannya oleh masyarakat. Sementara di India, ajaran
Zen diturunkan langsung pada satu orang saja, Huineng berkeputusan mengubah
tradisi dan menurunkan ajaran Zen secara luas. Sementara guru lain mengajar
dengan bahasa yang rumit dengan istilah-istilah Buddhis yang susah, Huineng
menggunakan bahasa yang sederhana, dengan kata-kata langsung yang bisa dipahami
oleh banyak orang namun tanpa kehilangan esensinya.
Huineng mempunyai
sejumlah banyak murid yang telah cerah pikirannya, yang sejalan dengan
kepribadian mereka yang berbeda-beda mengajarkan Zen dengan metode yang
berbeda-beda ke seluruh penjuru China. Zen menjadi begitu populer dan di akhir
abad ke-10, telah terbentuk lima aliran utama Zen yaitu; Aliran Linji (dalam
bahasa Jepangnya Aliran Rinzai), Aliran Caodong (dalam bahasa Jepangnya aliran
Soto), Aliran Guiyang, Aliran Yunmen, dan Aliran Fayan. Meski telah muncul lima
aliran utama Zen, esensi dari ajaran mereka sama dengan aliran-aliran Buddhis
lainnya, yaitu mencapai pencerahan sempurna. Selama Dinasti Song (abad ke-10
sampai dengan abad ke-12), Zen telah berkembang di Korea, Jepang, dan Vietnam.
Masing-masing negara menghasilkan garis keturunan guru mereka sendiri-sendiri,
smentara itu dari lima aliran utama Zen yang masih tersisa adalah Aliran Linji
dan Aliran Caodong. Semua dari semua bentuk latihan Zen di dunia sekarang ini
mempunyai akar pada ajaran Patriak Keenam Huineng.
2.4. Zen Buddhisme
Zen Buddhisme adalah
sebuah aliran yang menekankan pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri dalam
hal itu. Zen yang mewakili puncak spiritualitas dalam agama Buddha adalah
berintikan tentang transimi jiwa ajaran Buddha yang bersifat istimewa. Awal
teks Zen penting, mengaku menjadi ajaran Hui-neng Patriak keenam Zen (638-713).
Sedangkan Platform Sutra adalah satu-satunya teks Buddhis disebut sutra namun
tidak dianggap sebagai kata-kata Sang Buddha. Namun, menurut pemahaman Zen,
seorang guru Zen tercerahkan tidak berbeda dari seorang Buddha dan karena itu
khotbah dapat dianggap sebagai sebuah sutra. Platform Sutra dibagi menjadi dua
bagian, account otobiografi kehidupan awal Patriak Keenam dan pencerahan dan
khotbah yang disampaikan oleh Patriak kepada murid-muridnya. Bagian otobiografi
termasuk ajaran yang terkenal dari kontes puisi yang meyakinkan Patriak kelima
untuk menunjuk Huineng sebagai pewaris Dharma dan Patriak Keenam. Ajaran Zen
membimbing pembebasan pikiran dari ketergantungan terhadap kata-kata juga
pengetahuan dan beralih untuk menyelami kepada pikiran sejati kita sendiri.
Dalam Zen kehidupan tidak untuk dirumuskan dalam konsep yang abstrak atau
dibatasi dalam kungkungan antara apa yang boleh dan yang tidak boleh, melainkan
untuk dijalani dengan mempercayakan kepada tumbuhnya cahaya kebajikan dari
pikiran sejati, bukan dari segala jenis pengetahuan tangan kedua.
Sedangkan didalam
ajaran yang diajarkan oleh Huineng tersebut terdapat empat keistimewaan Zen sebagai berikut;
1. Aspek
tradisional Budhisme tidak dihiraukan
Zen
mengarah kepada kebuddhaan secara langsung, dimengerti diluar tradisi tertulis,
gambar-gambar, arca-arca, kitab suci, upacara, dan tata cara tidak
diperhatikan. Zen berpendapat: Apa gunanya menghitung kekayaan orang lain,
sebab memandang sifat pembawaan pribadi itulah Zen;
2. Bertentangan
dengan aspek spekulasi metafisika
Pengikut
Zen tidak menghabiskan waktu didalam perenunngan metafisika bahkan mereka
berusaha untuk menghilangkan penggunaan akal (rasio). Zen lebih mengutamakan
pandangan terang secara langsung dari pada ajaran-ajaran yang sukar diketahui
dan dimengerti. Kebebasan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya: Bhiksu Hsuan Chien mencapai penerangan sewaktu melihat gurunya
memadamkan api lilin;
3. Penerangan
serta merta atau Satori
Menurut
Hui Neng, mencapai penerangan bukan dengan cara berangsur-angsur tetapi
merupakan suatu proses seketika itu juga, ini sering disalah artikan dan bukan
berati proses persiapan sama sekali tidak ada dan tidak diperlukan. Demikian
juga dengan penerangan yang berati dapat dicapai dengan waktu yang singkat. Mengharapkan
dengan melalui cara hidup yang amat sederhana atau meditasi adalah seperti “menggosok
batu bata agar dapat dijadikan cermin”, bukanlah pengumpulan pahala yang
mengakibatkan penerangan, tetapi dengan suatu pengenalan sifat diri sendiri
semata-mata;
4. Proses
penyangkalan
Kaum
Zen berpendapat bahwa kehidupan Buddhis hanya dapat dipenuhi dalam proses
penyangkalan. Sang Buddha berada dalam kehidupan sehari-haridan hal tersebut
seharusnya dipandang sebagai datang dan perginya secara bebas dan tidak terikat,
itulah yang dimaksud dengan pandangan luhur. Jikalau seorang hendak berjalan,
berjalanlah! Apabila seorang hendak duduk, duduklah!
Zen merupakan suatu
perkembangan metafisika mahayana yang disesuaikan dengan prajna paramita dan
konsep yogacara serta dipengaruhi unsur-unsur Confucianisme dan Taoisme serta
dibina dan dibentuk kembali menurut kondisi dan situasi negeri tiongkok, Korea
dan Jepang. Zen Buddhisme merupakan sebuah aliran dalam agama Buddha yang
menekankan pentingnya meditasi dan mengkhususkan diri dalam hal itu. Zen
diasosiasikan sebagai ajaran yang mengatasi kata-kata, karena kata-kata
tidaklah identik dengan kebenaran. Kata-kata dan kebenaran adalah ibarat jari
telunjuk dan bulan. Kata-kata hanya digunakan untuk menunjuk kebenaran yang
berada diatas kata-kata. Ajaran Zen membimbing pembebasan pikiran dari
ketergantungan terhadap kata-kata juga pengetahuan dan beralih untuk menyelami
pada sejati diri kita sendiri. Dalam Zen, kehidupan tidak untuk dirumuskan
dalam konsep yang abstrak atau dibatasi dalam kungkungan anatara apa yang boleh
dan yang tidak boleh, melainkan untuk dijalani dengan mempercayakan pada
tumbuhnya cahaya kebajikan dari pikiran sejati.
2.5.
Guru
Zen Buddhisme
Huineng adalah sesepuh
zen tiongkok yang terakhir, karena sejak dari Master Huineng sudah tidak ada
pewarisan jubah seperti pendahulunya. Ajaran yang dikaitkan dengan Huineng di
Platform Sutra tempat penekanan pada kebangkitan mendadak (dun wu), tidak ada
pikiran (wu xin, yang bebas dari konseptualisasi), kebijaksanaan prajna dari
Prajnaparamita Sutra (Sutra Intan), klaim bahwa segala sesuatu yang kosong
esensi (Sunyata) termasuk benar sifat Buddha seseorang (Sutra Nirvana), dan
identitas kebijaksanaan dan fokus konsentrasi. Bergema Heze Shenhui, ia
mengatakan bahwa orang-orang bakat yang lebih rendah mengejar jalan bertahap,
dan orang-orang bakat spiritual yang lebih besar mengambil jalan tiba-tiba,
tetapi kebenaran itu sendiri tidak tiba-tiba atau bertahap.
Sebagai akibat dari
manuver politik Heze Shenhui, murid Huineng, Huineng dinyatakan Patriak keenam
resmi Chan Buddhisme. Pada awal abad kesembilan, sudah ada banyak
"rumah" dari Chan. Orang Cina menempatkan tekanan besar pada
silsilah, dan melihat ini di Chan baru, yang disebut "Patriaki chan."
Bapa-bapa leluhur mulai dengan Bodhidharma sebagai Patriak pertama di Cina dan
mencapai puncaknya dengan Huineng, Patriak keenam. Karena melalui Huineng
masing-masing sekolah Chan bisa menghubungkan diri kepada Sang Buddha, metode
untuk legitimasi adalah untuk menghubungkan sendiri "rumah" dengan
murid-murid Huineng. Ada dua murid Huineng tentang siapa yang sangat kecil itu
dan dikenal. Kedua nama disediakan link yang diperlukan. Salah satunya adalah
Nanyue Huaijing (677-744) dan lainnya Chingyuan Xingsi (660-740). Masing-masing
cabang yang masih hidup Chan Buddhisme trek silsilah dan legitimasinya sendiri
melalui dua nama ini, mungkin dengan membuat generasi guru mereka sendiri
sebelumnya.
Orang Chan Buddha Shen
Hui (Heze Shenhui) adalah salah satu guru Buddhis yang paling kontroversial dan
berpengaruh pada paruh pertama abad kedelapan China. Ini adalah periode selama
transisi dari Chan Buddha dari cabang relatif tidak jelas Buddhisme
Cina,menekankan meditasi duduk, yang paling kuat dan merangsang sekte Buddhisme
di China.
Heze Shenhui adalah
seorang mahasiswa Huineng (638-713), yang kini dikenal sebagai Patriak keenam
Chan. Heze Shenhui dipengaruhi sejarah Chan Buddhisme dengan tiga kontribusi
penting, yaitu;
1. ia
menambahkan dukungan untuk mitos bahwa Chan ada di India dan dibawa ke China oleh
Bodhidharma;
2. ia
menciptakan mitos bahwa Huineng adalah satu-satunya Patriak keenam di garis tak
terputus yang berasal dengan Buddha;
3. ia
tampaknya juga merupakan penghasut penting dari divisi sektarian Chan menjadi
Utara "bertahap" tradisi dan Selatan "tiba-tiba" tradisi.
Meskipun biografi
kemudian menyatakan bahwa Heze Shenhui bertemu gurunya Huineng, ketika Heze
Shenhui berusia 14 tahun, ada kemungkinan bahwa Heze Shenhui pertama kali
bertemu Patriak keenam beberapa waktu kemudian, antara 701 dan 709. Shen-hui
mungkin telah mempelajari secara singkat dengan Shen Xiu cabang Utara Chan
sebelum penelitian dengan Huineng di selatan China.
Tujuh tahun setelah
kematian Patriak keenam Huineng di 713, Heze Shenhui mulai mengajar. Shenhui
tampaknya tidak menekankan meditasi duduk atau digunakan berteriak atau
mencolok dalam gaya mengajar; bukan, ia tampaknya telah mengandalkan berbicara,
menjelaskan, dan khotbah fasih dan kuat. Tentu saja dialog rasional yang muncul
dalam koan hampir 100 tahun setelah kematian Heze Shenhui adalah tempat di
bukti dalam dialog itu direkam. Shenhui menekankan kelas teks kebijaksanaan
Buddha disebut literatur Prajnaparamita, yang termasuk Sutra Intan dan Sutra
Hati temanya sentral melibatkan wu-nien (Kebebasan dari konseptualisasi),
identitas kebijaksanaan dan konsentrasi, melihat dan mengetahui seseorang
Buddha, kebijaksanaan (Prajna), dan kekosongan (sunyata) ajaran Sutra Intan.
Selain belajar doktrin yang sangat dianjurkan pembacaan dan studi Sutra untuk
membantu dalam pencarian kebangkitan.
Pada dekade sekolah
Chan Buddha yang paling populer di ibukota adalah sekolah Utara Shen Xiu. Pada
732, Heze Shenhui mulai mengritik ajaran sekolah Utara dan guru;
1. guru
Heze Shenhui sendiri, Huineng, adalah satu-satunya Patriak keenam Chan di Cina,
dan dengan demikian para guru Utara Chan hanyalah sampingan transmisi asli
Chan, dan;
2. bahwa
pemahaman tentang keturunan Utara Chan adalah gradualis dan tidak benar.
Pengaruh Heze Shenhui
dan popularitas mulai meningkat setelah 745, ketika ia melanjutkan diseksi nya
garis Utara dan melembagakan pertemuan bulanan ketika ia mengutip teks
prajnaparam-ita; mengkritik ajaran, teknik, dan keturunan dari utara; dan
menanggapi pertanyaan dari penonton. Seorang pengikut garis Utara saingan Chan
mengirim laporan palsu kepada kaisar mengklaim bahwa Heze Shenhui sedang
mengumpulkan pengikut untuk tujuan hasutan, dan Heze Shenhui 69 tahun dibuang.
Namun, dalam 755, dua tahun kemudian, Jenderal An Lu-shan mulai pemberontakan
dan kaisar harus melarikan diri untuk hidupnya. Pemerintah membutuhkan dana.
Terlepas dari kenyataan bahwa Heze Shenhui sekarang berusia 73 tahun, dia
dipanggil untuk membantu dalam pengumpulan dana dan begitu sukses sehingga ia
secara substansial meningkatkan perbendaharaan kerajaan. Akibatnya, ia
dipanggil ke istana kekaisaran dan menunjukkan banyak nikmat kerajaan. Sampai
kematiannya pada 758 Heze Shenhui adalah penerima banyak patronase kerajaan dan
sekolah Southern nya berkembang. Karena presentasi kuat, dalam dekade
berikutnya sekolah Southern Heze Shenhui itu menjadi sekte dominan Chan. Tiga
puluh delapan tahun setelah kematian Heze Shenhui itu, pertemuan Chan master
dipanggil untuk menentukan sekolah dan yang doktrin yang ortodoks. Sekolah
Selatan dinyatakan sekolah ortodoks, Huineng diakui sebagai Patriak keenam
setelah Bodhidharma, dan Heze Shenhui diputuskan Patriak ketujuh, penerus
Huineng. Shen Hui berperan penting dalam membangun daftar resmi transmisi Chan.
Dia menggunakan daftar guru Buddha India ditemukan dalam pengantar Dharma-Zen
Sutra (manual dari latihan meditasi Zen) untuk membuat sambungan fiktif antara
Chan di Cina dan Buddhisme India. Terinspirasi oleh daftar ini, Heze Shenhui
menciptakan garis transmisi Patriakal untuk cabang sendiri Chan, untuk
membangun legitimasi apa yang disebut "sekolah Selatan Bodhidharma."
Dalam benak pendengarnya Shenhui telah membentuk hubungan antara Buddha di
India dan gurunya sendiri, Huineng, dengan cara kisah Bodhidharma. Bodhidharma
dan Huineng yang sekarang dianggap sebagai pewaris di garis transmisi sejarah
doktrin yang tidak bergantung pada teks-Chan ditulis Buddhisme. Sekolah Oxhead
dari Chan juga memiliki daftar 29 kepala keluarga, dan dua daftar menjadi
digabungkan ke dalam. Dan dikisahkan secara legendaris bahwa ketika di dalam
pertemuan dharma, Sang Buddha berkumpul dengan para siswanya, datanglah seorang
Brahmin yang memberikan sekuntum bunga Kumbhala kepada Sang Buddha seraya
berharap agar Sang Buddha menerangkan Dharma. Pada saat itu Sang Buddha tidak
berkata satu katapun, hanya tersenyum. Tak seorangpun yang mengerti, hanya Maha
Kasyapa yang tersenyum dan mengerti apa yang dimaksud oleh Sang Buddha.
Berkatalah Sang Buddha kepada Maha Kasyapa: “Engkaulah, Maha Kasyapa! Yang
mengerti pelajaran tersebut dan aku wariskan pelajaran tersebut kepadamu”.
2.6.
Ajaran
Zen Buddhisme
Di dalam Zen,
upacara-upacara yang berbelit-belit kurang di perhatikan, pembakaran dupa wangi
dan lilin pun hanya sekali-sekali. Mereka juga mengulang Sutra, namun hal itu
bukan merupakan suatu ikatan. Bagi mereka meditasi adalah bagian dari kehidupan
mereka, namun meditasi tidak bias menjamin seseorang menjadi Buddha. Segala
sesuatu harus diresapi dan di realisasikan agar dapat menghayati setiap momen
kehidupan. Mereka begitu mencintai ketenangan, keheningan serta keindahan alam
karena hal-hal demikian banyak membantu dalam usaha untuk mencari diri pribadi
dan mengenal diri sendiri. Tentu saja moral kesusilaan sangatlah mereka
junjung. Chan sebagai sebuah praktek spiritual merupakan mazhab Buddhisme yang
berkembang di China. Chan diperkenalkan dari Buddhisme Zen India, oleh para
guru India ke Cina sejak abad ketiga. Disiplin mental serta praktek spiritual Zen,
bertujuan mencapai suatu keadaan pikiran yang khusyuk melalui konsentrasi. Ini
merupakan praktek yang umum di India yang dikenal sebagai meditasi. Di China, Zen dilafalkan sebagai “Chan”,
dan teknik-teknik meditasinya dipelajari dengan penuh semangat. Seiring
jalannya waktu, Chan mengembangkan penekanan yang berbada dari Zen yang ada di
India dan kemudian menyebar ke bagian-bagian Asia lainnya. Sehingga memperoleh
sebutan seperti: Zen di Jepang, Son di Korea, dan Thien di Vietnam.
Menurut cerita
turun-temurun, sumber Chan berasal dari rahib Bodhidharma yang membawa Chan
dari India ke Cina sekitar tahun 500SM, lebih dari seribu tahun setelah
ParinirvanaNya Sakyamuni Buddha. Tetapi asal-usul Chan itu sendiri berawal dari
transmisi Dharma Sang Buddha kepada Maha Kasyapa, murid Sang Buddha yang
akhirnya mengawali garis silsilah Chan sebagai Patriak yang pertama.
Dikisahkan, ketika Sakyamuni Buddha berkhotbah di Puncak Hering, Beliau
memegang sekuntum bunga di tanganNya di depan sekumpulan muridNya dan Beliu
tidak berbicara sepatah katapun. Tampaknya tak seorang pun tahu apa arti sikap
ini. Tetapi diantara keheningan itu, tiba-tiba Maha Kasyapa tersenyum. Sang
Buddha lalu berkata, “Harta karun ini dari Dharma sejati, pikiran nirvana yang
menakjubkan – hanya Maha Kasyapa yang paham.” Peristiwa ini menandai awal dari
garis silsilah Chan dan transmisi (penerusan) guru ke murid yang berlanjut
sampai kini. Ada dua puluh delapan generasi transmisi (penerusan) sejak zaman
Maha Kasyapa sampai zamannya Bodhidharma yang dianggap sebagai Patriakh pertama
Chan di Cina. Selanjutnya ajaran Chan diteruskan lewat jalur tunggal selama
lima generasi sampai masa Patriakh keenam, Hui Neng (638 – 713).
Di setiap jaman dan
setiap tempat, banyak metode praktek yang telah digunakan. Teknik-teknik Ch’an
itu fleksibel dan mudah diadaptasikan. Karena situasi yang terus berubah dan
tipe orang yang berbeda-beda, seorang guru menggunakan metode yang berlainan
untuk menuntun setiap orang ke arah pencerahan. Pernah seorang awam bertanya
kepada patriakh keenam, Hui Neng, “Bukankah berpraktek meditasi dan samadhi
untuk mendapatkan pembebasan itu perlu?” Patriakh keenam menjawab, “Tidak.
Jalan ini (sifat dasar realitas yang hakiki) direalisasi oleh pikiran.
Bagaimana ia bisa eksis dalam tindakan duduk?”
Metode hanyalah cara
yang berguna untuk menjernihkan pikiran. Zen persis seperti yang ditransmisikan
dari India. Salah satu metodenya adalah empat fondasi mindfulness. Pertama-tama
sang praktisi memeditasikan (sifat) ketidakbersihan atau kekotoran tubuh, misalnya
proses pencernaan. Karena itu metode harus digunakan secara luwes di dalam
agama India tujuan mengajarkan metode meditasi dan konsentrasi Zen agar orang
dapat membebaskan dirinya dari kondisi spiritual mereka yang tak memuaskan:
aflikasi (gangguan-emosi), beban, serta masalah-masalah dalam pikiran manusia.
Gangguan kekesalan-kekesalan ini disebabkan oleh hasrat-hasrat kita; kondisi
pemikiran kita yang terpencar-pencar. Seseorang yang memulai latihan Chan perlu
menggunakan teknik-teknik konsentrasi dasar untuk menenangkan dan menyatukan
pikiran. Teknik-teknik ini mencangkup konsentrasi pada nafas, pada tubuh
(misalnya, pada garakan-gerakan atau kekotoran tubuh), dan pada suara-suara
seperti misalnya air yang mengalir.
Tujuan dari
teknik-teknik konsentrasi tersebut adalah untuk membawa pikiran dari keadaan
pemikiran yang terpencar serta perasaan-perasaan yang kacau dan
keterbelengguan, kedalam keadaan konsentrasi dan selanjutnya kepada keadaan
dimana pemisahan antara yang eksternal dan internal lenyap. Tetapi ini barulah
tahap pertama dalam praktek Chan. Chan tidak bergantung pada teknik, namun
melampaui teknik-teknik konsentrasi Zen. Ada dua buah syair yang terkenal yang
masing-masing di buat oleh Shen Siu dan Huineng yang dapat mengambarkan garis
esar filsafat Zen.